Dari 28 negara tanaman hasil rekayasa genetic (PRG), sebanyak 20 negara adalah Negara berkembang dan delapan lainnya adalah Negara maju. Sekitar 60 persen populasi dunia, atau setara dengan 4 miliyar orang tinggal di 28 negara tersebut. Bagaimana penerapan tanaman bioteknologi di Indonesia? Penerapan tanaman bioteknologi, tentu aspek kehati-hatian menjadi utama, jelas Menteri Pertanian Dr. Suswono, ketika memberikan keterangan pers, usai membuka seminar on Global Overview of Biotech/GM Crops 2012 : Current Status, Impact and Future Prospect, di Auditorium D, Kementerian Pertanian (Rabu, 13/03/2013). International Service for the Acquisition of Agri-bioteck Application (ISAAA) melaporkan bahwa adanya peningkatan kesadaran dari Negara-negara berkembang mendanai manfaat penanaman tanaman has ail rekayasa genetika yang tidak hanya memberikan peningkatan hasil, penggunaan pestisida, peningkatan kualitas produk dan siklus tumbuh. Ketika ditanya para wartawan, Menteri Pertanian Dr.Suswono mengatakan bahwa bioteknologi adalah sesuatu keniscayaan yang memang mau tidak mau harus kita okomodir atau kita adobsi, kenapa? Karena ke depan dengan jumlah penduduk yang semakin banyak, kebutuhan pangan makin meningkat, sementara lahan semakin sempit,perubahan iklim juga nyata, tegasnya. Oleh karena itu tentu saja biotek sesuatu yang harus kita lkukan, salah satu adlah dengan Genetik Modified Organism (GMO), tentunya sesuai peraturan pemerintah dalam kaitan penerapannya yaitu aspek kehati-hatian menjadi utama, sehingga tidak menimbulkan ekses, baik dari sisi keamanan pangan, keamanan pakan maupun dari sisi lingkunagn. Hal inilah yang menjadi patokan. Oleh Karena itu kita terus akan mengembangkan tetapi dengan aspek kehati-hatian sebagai prioritas utama. Sumber : http://www.litbang.pertanian.go.id/
Produk rekayasa genetik (PRG) atau sering disebut transgenik memang sempat menimbulkan pro dan kontra. Bahkan pemerintah Indonesia juga tak berani melepas begitu saja peluncuran produk hasil bioteknologi tersebut. Dengan perkembangan teknologi pertanian, ternyata PRG menjadi salah satu jalan untuk mengatasi persoalan yang hingga kini belum teratasi. Misalnya, tahan terhadap iklim dan hama. Di dunia adopsi tanaman bioteknologi terus mengalami peningkatan. Misalnya, pada 2011 luas areal pertanaman bioteknologi sudah mencapai 160 juta hektar (ha). Luasan lahan tersebut tumbuh 8% dari tahun 2010 yang hanya 148 juta ha. Jumlah petani yang menanam mencapai 16,7 juta petani, berada di 29 negara (19 negara berkembang dan 10 negara industri). Dari beberapa tanaman bioteknologi yang berkembang, tanaman jagung yang paling banyak berkembang. Di China, tanaman jagung menjadi prioritas. Ini karena permintaan jagung sebagai pakan ternak berkembang cepat. Di Eropa lahan jagung bioteknologi juga berkembang pesat. Pada 2011 luas jagung Bt sudah mencapai 114.490 ha atau naik lebih dari 25% dibandingkan 2010. Sementara Pemerintah Indonesia baru mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 61/2011 tentang Pelepasan Varietas Tanaman. Tapi hingga kini belum menampakkan perkembangan yang nyata. Padahal di tingkat petani desakan penerapan produk hasil bioteknologi terus meningkat. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir mengatakan, bioteknologi atau rekayasa genetik masih merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan produksi komoditas pangan, terutama dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim. “Bioteknologi adalah teknologi masa depan dan mutlak harus dilakukan. Sekarang ini kita tidak bisa mengandalkan lagi secara tradisional,” katanya dalam diskusi Bioteknologi, Tak Kenal, Maka Tak Sayang yang diselenggarakan Masyarakat Bioteknologi Pertanian Indonesia (MASBIOPI). Kegiatan tersebut merupakan salah satu rangkaian Pekan Nasional (PENAS) Petani-Nelayan XIV. Apalagi menurut Winarno, produk komoditas pangan hasil rekayasa genetik yang berasal dari impor sudah banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia sejak 5-10 tahun lalu. Misalnya, kedelai untuk bahan baku tahu dan tempe, jagung untuk bahan baku pakan. “Produk-produk tersebut merupakan hasil rekayasa genetik,” katanya. Dari informasi ungkap Winarno, kedelai dan jagung impor tersebut tahan terhadap perubahan iklim. Karena itu, banyak petani Indonesia menginginkan produk rekayasa genetik itu bisa ditanam di dalam negeri. “Sayangnya, masih banyak tantangan, baik dari praktisi maupun pemerintah,” sesalnya. Padahal lanjut Winarno, petani sudah siap untuk membudidayakan tanaman hasil rekayasa genetik tersebut. Desakan menerapkan produk rekayasa genetik (PRG) juga datang dari Ketua KTNA Pati, Jawa Tengah, Suraji. “Kami petani siap mengembangkan tanaman hasil bioteknologi. Tapi persoalannya, di Indonesia belum ada ijin baik pangan dan pakan dari pemerintah. Banyak yang kontra terhadap produk ini, seakan-akan membahayakan,” sesalnya. Sumber : Tabloid Sinar Tani
BMC – Bioteknologi adalah suatu teknik modern untuk mengubah bahan mentah melalui transformasi biologi sehingga menjadi produk yang berguna. Supriatna (1992 ) memberi batasan tentang arti bioteknologi secara lebih lengkap, yakni: pemanfaatan prinsip–prinsip ilmiah dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem atau proses biologis untuk menghasilkan dan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia. Bioteknologi (1) : Konsep dasar dan perkembangan Bioteknologi di masa lampau (konvensional) Bioteknologi sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. 8000 SM Pengumpulan benih untuk ditanam kembali. Bukti bahwa bangsa Babilonia, Mesir, dan Romawi melakukan praktik pengembangbiakan selektif (seleksi artifisal) untuk meningkatkan kualitas ternak. 6000 SM Pembuatan bir, fermentasi anggur, membuat roti, membuat tempe dengan bantuan ragi 4000 SM Bangsa Tionghoa membuat yogurt dan keju dengan bakteri asam laktat 1500 Pengumpulan tumbuhan di seluruh dunia 1665 Penemuan sel oleh Robert Hooke(Inggris) melalui mikroskop. 1800 Nikolai I. Vavilov menciptakan penelitian komprehensif tentang pengembangbiakan hewan 1880 Mikroorganisme ditemukan 1856 Gregor Mendel mengawali genetika tumbuhan rekombinan 1865 Gregor Mendel menemukan hukum hukum dalam penyampaian sifat induk ke turunannya. 1919 Karl Ereky, insinyur Hongaria, pertama menggunakan kata bioteknologi 1970 Peneliti di AS berhasil menemukan enzim pembatas yang digunakan untuk memotong gen gen 1975 Metode produksi antibodi monoklonal dikembangkan oleh Kohler dan Milstein 1978 Para peneliti di AS berhasil membuat insulin dengan menggunakan bakteri yang terdapat pada usus besar 1980 Bioteknologi modern dicirikan oleh teknologi DNA rekombinan. Model prokariot-nya, E. coli, digunakan untuk memproduksi insulin dan obat lain, dalam bentuk manusia. Sekitar 5% pengidap diabetes alergi terhadap insulin hewan yang sebelumnya tersedia. 1992 FDA menyetujui makanan GM pertama dari Calgene: tomat “flavor saver” 2000 Perampungan Human Genome Project Contoh produk bioteknologi konvensional, misalnya: di bidang pangan ada pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan. di bidang medis, antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktoroleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal. Bioteknologi modern Sekarang bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal: Rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS. Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh dapat sembuh seperti sediakala. Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan DNA rekombinan, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman biasa, serta juga lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan. Penerapan bioteknologi di saat ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Misalnya saja penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru. Berikut ini adalah daftar kemajuan bidang bioteknologi yang telah diaplikasikan. Mayoritas didominasi oleh bidang peternakan, perikanan, dan kesehatan. Bioteknologi dalam Bidang Peternakan dan Perikanan Penggunaan bioteknologi guna meningkatkan produksi peternakan meliputi : teknologi produksi, seperti inseminasi buatan, embrio transfer, kriopreservasi embrio, fertilisasi in vitro, sexing sperma maupun embrio, cloning dan spliting. rekayasa genetika, seperti genome maps, masker asisted selection, transgenik, identifikasi genetik, konservasi molekuler, peningkatan efisiensi dan kualitas pakan, seperti manipulasi mikroba rumen, bioteknologi yang berkaitan dengan bidang veteriner (Gordon, 1994; Niemann dan Kues, 2000). Teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah: transfer embrio berupa teknik Multiple Ovulation and Embrio Transfer (MOET). Teknik ini telah diaplikasikan secara luas di Eropa, Jepang, Amerika dan Australia dalam dua dasawarsa terakhir untuk menghasilkan anak (embrio) yang banyak dalam satu kali siklus reproduksi. cloning telah dimulai sejak 1980-an pada domba. Saat ini pembelahan embrio secara fisik (embryo spliting) mampu menghasilkan kembar identik pada domba, sapi, babi dan kuda. produksi embrio secara in vitro: teknologi In vitro Maturation (IVM), In Vitro Fertilisation (IVF), In Vitro Culture (IVC), telah berkembang dengan pesat. Kelinci, mencit, manusia, sapi, babi dan domba telah berhasil dilahirkan melalui fertilisasi in vitro (Hafes, 1993). Di Indonesia, transfer embrio mulai dilakukan pada tahun 1987. Dengan teknik ini seekor sapi betina, mampu menghasilkan 20-30 ekor anak sapi (pedet) pertahun. Penelitian terakhir membuktikan bahwa, menciptakan jenis ternak unggul sudah bukan masalah lagi. Dengan teknologi transgenik, yakni dengan jalan mengisolasi gen unggul, memanipulasi, dan kemudian memindahkan gen tersebut dari satu organisme ke organisme lain, maka ternak unggul yang diinginkan dapat diperoleh. Babi transgenik, di Princeton Amerika Serikat, kini sudah berhasil memproduksi hemoglobin manusia sebanyak 10 – 15 % dari total hemoglobin manusia, bahkan laporan terakhir mencatat adanya peningkatan persentasi hemoglobin manusia yang dapat dihasilkan oleh babi transgenik ini. Bioteknologi dalam Bidang Kesehatan dan Pengobatan Suatu terobosan baru telah dilakukan di Colorado AS. Pasangan Jack dan Lisa melakukan program bayi tabung bukan semata-mata untuk mendapatkan turunan, tetapi karena perlu donor bagi putrinya Molly yang berusia 6 tahun dan menderita penyakit fanconi anemia. Fanconi anemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang belakang sebagai penghasil darah. Jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit leukemia. Satu-satunya pengobatan adalah melakukan pencakokkan sumsum tulang dari saudara sekandung, tetapi masalahnya, Molly adalah anak tunggal. Teknologi bayi tabung diterapkan untuk mendapatkan anak yang bebas dari penyakit fanconi anemia. Melalui teknik “Pra Implantasi genetik diagnosis” dapat dideteksi embrio-embrio yang membawa gen fanconi. Dari 15 embrio yang dihasilkan, ternyata hanya 1 embrio yang terbebas dari gen fanconi. Embrio ini kemudian ditransfer ke rahim Lisa dan 14 embrio lainnya dimusnahkan. Bayi tabung ini lahir 29 Agustus 2000 yang lalu, dan beberapa jam setelah lahir, diambil sampel darah dari umbilical cord (pembuluh darah yang menghubungkan bayi dengan placenta) untuk ditransfer ke darah Molly. Sel-sel dalam darah tersebut diharapkan akan merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk memproduksi darah. Kontroversi Dalam perkembangannya, kemajuan di bidang bioteknologi tak lepas dari berbagai kontroversi. Sebagai contoh: teknologi kloning dan rekayasa genetika terhadap tanaman pangan mendapat kecaman dari bermacam-macam golongan terutama kaum konservatif religius pro dan kontra penggunaan tanaman transgenik, salah satu contohnya adalah kapas transgenik. Pihak yang pro, terutama para petinggi dan wakil petani yang tahu betul hasil uji coba di lapangan memandang kapas transgenik sebagai mimpi yang dapat membuat kenyataan, sedangkan Pihak yang kontra, sangat ekstrim mengungkapkan berbagai bahaya hipotetik tanaman transgenik (Tajudin, 2001). selain kapas, Setyarini (2000) memaparkan tentang kontroversi penggunaan tanaman jagung yang telah direkayasa secara genetik untuk pakan unggas. Kekhawatiran yang muncul adalah produk akhir unggas Indonesia akan mengandung genetically modified organism ( GMO ). masalah lain yang menjadi kekhawatiran berbagai pihak adalah potensinya dalam mengganggu keseimbangan lingkungan antara lain serbuk sari jagung dialam bebas dapat mengawini gulma-gulma liar, sehingga menghasilkan gulma unggul yang sulit dibasmi. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang pro mengatakan bahwa dengan jagung transgenik selain akan mempercepat swa sembada jagung, manfaat lain adalah jagung yang dihasilkan mempunyai kualitas yang hebat, kebal terhadap serangan hama sehingga petani tidak perlu menyemprot pestisida. Bagaimana cara kita menyikapinya? Satu-satunya jalan adalah dengan melakukan beberapa tahapan pengujian, studi kelayakan, serta sistem pengawasan yang ketat oleh instansi yang berwenang. Disini, pihak peneliti memegang peranan penting dalam mengungkap dan membuktikan atau menyanggah berbagai kekhawatiran yang timbul (www.biologimediacenter.com)
Teknologi rekayasa genetik kini sudah makin luas digunakan manusia dalam berbagai sektor kehidupan. Manfaat rekayasa genetika memang sangat banyak sekali, bahkan tanpa kita sadari kta telah menikmati manfaat rekayasa genetik tersebut. Misalnya kita sering memakan apel impor yang ukuran dan kualitasnya sungguh luar biasa, tidak menutup kemungkin bahwa apel tersebut dihasilkan dari tanaman transgenik melalui teknik rekayasa genetika. Kegiatan penelitian rekayasa genetik memang banyak dilakukan pada tanaman tertentu untuk menjawab persoalan yang dihadapi dan belum dapat dipecahkan melalui teknologi yang ada. Kegiatan tersebut mencakup penelitian kloning gen yang berkaitan dengan sifat toleran terhadap kekeringan, umur genjah, dan produktivitas tinggi dari Strategic Decisions Group (SDG) lokal. Dalam hal perakitan tanaman, beberapa galur transgenik telah dihasilkan namun masih harus memenuhi proses penelitian untuk memperoleh data sebagaimana diwajibkan dalam pengkajian keamanan hayati sehingga tentu saja produk ini belum dapat dilepas ke publik.
Bisnis Indonesia, 17/11/2012. JAKARTA. Pemerintah sedang mengevaluasi empat varietas benih hasil rekayasa genetika (bioteknologi), yaitu kedelai,dua varietas jagung, dan tebu tahan kekeringan untuk segera dikomersialisasikan ke pasar. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian Haryono mengatakan upaya percepatan adopsi teknologi termasuk produk rekayasa genetika diatur dengan PP No. 21/2005 tentang Keamananan Hayati Produk Rekayasa Genetika, dilengkapi Permentan No. 61/OT.140/XI/2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan Varietas Tanaman, maka sudah ada beberapa usulan uji tanaman GMO. Uji keamanan pangan produk GMO dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan, keamanan pangan oleh Balitbang Kementan, dan keamanan lingkungan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Dia menjelaskan untuk komoditas kedelai terdapat satu varietas GT4032 yang sudah ada sertifikat aman lingkungan dan aman pangan, tetapi belum aman pakan. Untuk dapat dikomersialkanbenih GMO itu harus memenuhi persyaratan keamanan pangan, pakan, dan lingkungan. “Untuk jagung yaitu NK603 sudah aman pangan dan segera terbit rekomendasi aman pakan, tetapi belum aman lingkungan,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (17/9/2012). Haryono menambahkan untuk jagung varietas PRG MON 89034 dalam waktu dekat akan mendapatkan rekomendasi aman pakan. Selain kedelai dan jagung, ungkapnya, untuk tebu tahan kekeringan sudah ada sertifikat aman lingkungan dan aman pangan, tetapi belum diajukan kajian aman pakan. (bas) Source: http://www.bisnis.com/articles/rekayasa-genetika-4-varietas-kedelai-jagung-tebu-segera-dilepas-ke-pasar
JAKARTA, KOMPAS – 27 September 2012. Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika mengkaji keamanan lingkungan dari tanaman jagung Bt dan jagung RR yang merupakan produk hasil modifikasi genetis. Langkah ini perlu meskipun jagung RR sudah dibudidaya dan menguntungkan di negara lain. Ketua Komisi Keamanan hayati (KKH) Produk Rekayasa Genetik (PRG) Agus Pakpahan, dari India, Sabtu (15/9), mengatakan, rekomendasi keamanan lingkungan untuk jagung Bt Mon89034 dan jagung RR NK 603 belum dikeluarkan KKH. Ini mengingat masih diperlukan informasi yang belum disampaikan pemohon. Agus mengatakan, pertimbangan utama dalam memberikan rekomendasi adalah hasil pengujian secara ilmiah oleh para pakar yang tergabung dalam tim teknis KKH PRG. Pertimbangan lain termasuk pengalaman empiris di negara lain dalam membudidayakan jagung transgenik atau modifikasi genetik (genetically modified organism/GMO). “Walaupun jagung RR NK 603 sudah ditanam di Filipina dan hasilnya menguntungkan, tetap saja untuk memenuhi kaidah keamanan lingkungan harus kita uji kembali,” ujar Agus. Sidang pleno KKH PRG dua pekan lalu memutuskan mengeluarkan rekomendasi keamanan pakan untuk dua produk jagung yang diuji, yaitu jagung Bt Mon89034 dan jagung RR NK 603. Rekomendasi diberikan kepada Kementrian Pertanian (Kementan) agar selanjutnya Kementan menerbitkan sertifikat keamanan pakan. Dengan terbitnya sertifikat itu, secara legal jagung Bt dan jagung RR untuk kedua tipe itu aman untuk konsumsi pakan, baik untuk unggas maupun hewan peliharaan lain. Sebelumnya, per Februari 2011, Badan Pengawas Obat dan Makanan menerbitkan sertifikat keamanan pangan untuk kedua jagung transgenik di atas setelah mendapat rekomendasi dari KKH PRG. Dengan demikian, selain aman dikonsumsi hewan, jagung transgenik juga aman dikonsumsi manusia. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementan Haryono mengatakan, konsekuensi dari terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61 Tahun 2011 tentang Pengujian, Penlilaian, Pelepasan, dan Penarikan varietas adalah proses pengujian bisa lebih cepat. Menteri Pertanian Suswono beberapa kali mengatakan, peningkatan produksi pangan nasional terkendala sumber daya lahan. Alih fungsi lahan terus terjadi dan tambahan lahan baru sulit didapat. Pilihan lain untuk meningkatkan produksi pangan adalah meningkatkan produktivitas. Salah satunya dalah pemanfaatan teknologi, termasuk lewat pengembangan tanaman GMO. Kami akan terus meningkatkan anggaran penelitian untuk GMO,” ujarnya. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir yang pernah studi lapangan ke AS untuk melihat langusung budidaya jagung Bt dan jagung RR mengatakan, budidaya Bt dan jagung RR menguntungkan petani karena dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Produktivitas yang meningkat mendorong naiknya pendapatan. Selama ini, produktivitas tanaman jagung belum optimal, salah satunya karena gangguan hama. Jagung Bt tahan terhadap hama penggerek jagung. Jagung RR tahan herbisida. Hal ini dapat menekan biaya produksi. PG Economics, lembaga ahli di bidang industri agraris berbasis di Inggris, dalam laporannya menyebutkan, tanaman pangan hasil GMO mampu meberi keuntungan ekonomi kepada petani dan masyarakat serta mampu menjaga lingkungan hidup. Penelitian atas dampak bioteknologi ini dimulai tahun 1996 hingga 2010. Selama periode itu, pendapatan pertanian dunia naik 78,4 miliar dollar AS. ANALISIS RESIKO Agus mengatakan, rekomendasi KKH PRG untuk produk jagung Bt dan jagung RR dikeluarkan setelah dilakukan analisis risiko atas produk/komoditas GMO tersebut serta melalui proses tanggapan publik. Secara prosedur, Tim Teknis Keamanan Hayati Pangan pada KKH PRG melakukan analisis resiko terkait pangan. Analisis resiko GMO didasarkan pada analisis disiplin ilmu yang relevan dengan parameter yang sesuai Protokol Kartagena plus hal khusus yang dipandang perlu. Untuk aman pangan, kriterianya harus memenuhi keamanan dengan produk/komoditas yang bukan transgenik (substantial equivalent), alerginity, toxicity. Untuk aman pakan juga ada parameter khusus. Direktur Southeast Asian Regional Centre for tropical Biology, Bambang Purwantara mengatakan, potensi pemberdayaan dan pendapatan petani meningkat apabila petani sudah menanam GMO. “Ketergantungan bisa terjadi kalau petani tidak lagi mempunyai pilihan,” tuturnya. Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2012/09/17/02412235/kaji.produk.rekayasa
Jember,Tempo.co, 27 September 2012. Bioteknologi adalah jalan keluar atau solusi menghadapi tantangan dan ancaman krisis pangan dunia, termasuk Indonesia. Koordinator Asia bidang Program Keamanan Hayati (program for biosafety system) Julian Adams mengatakan bahwa rekayasa genetika tanaman pangan dengan bioteknologi harus dilakukan dan dikembangan demi mengantisipasi ancaman krisis pangan dunia yang diramalkan akan memuncak mulai tahun 2050 kelak. “Bioteknologi juga bisa menjadi jawaban perubahan iklim global, krisis air, sekaligus pengurangan pestisida dan emisi karbon dunia,” ujar Julian Adams usai berbicara dalam seminar Agricultural Biotechnology di Universitas Jember, Kamis, 27 september 2012. Pakar bioteknologi dari University of Michigan itu menambahkan badan pangan dunia (FAO) meramalkan akan terjadi peningkatan kebutuhan pangan sebanyak 60 persen agar penduduk dunia tidak terpuruk dalam kemiskinan dan kelaparan. “Pemuliaan varietas tanaman pegangan, seperti beras, jagung, tebu, dan gandum dengan memanfaatkan bioteknologi harus terus dilakukan,” kata dia. Rekayasa genetika itu, katanya, harus dilakukan untuk mendapatkan beberapa varietas tanaman yang memiliki ketahanan perubahan iklim. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir perubahan iklim tidak bisa diprediksi. Akibatnya, mulai banyak terjadi kekeringan dan banjir yang sangat merugikan tanaman para petani sebagai produsen pangan. Pakar ilmu biologi molekuler dari Universitas Jember, Bambang Sugiharto, mengatakan, perubahan iklim serta pertumbuhan penduduk yang semakin cepat merupakan ancaman ketahanan pangan. Dampak perubahan iklim yang membuat terganggunya organisme tanaman dan kondisi tanah ikut berpengaruh pada produksi pangan. “Pemerintah dan praktisi pertanian harus serius mencari solusi yang cepat dan tepat guna. Bioteknologi bisa menjadi jawabannya,” katanya. Bioteknologi untuk pemuliaan varietas tanaman saat ini berbeda dengan beberapa tahun lalu. “Dulu, bioteknologi dengan cara eksploitasi potensi kimiawi mikroba untuk mengahasilkan barang atau jasa, sekarang dengan memilih dan mengembangkan sifat genetis yang unggul,” katanya. Dengan teknologi rekayasa genetika atau genetic engineering, para pemulia dapat merakit varietas-varietas baru yang tahan dengan permasalahan pertanian, seperti penyakit dan hama, genangan air, salinitas, dan kekeringan. Rekayasa genetika itu, kata dia, membuat “organisme baru” produk bioteknologi dengan sifat-sifat yang menguntungkan bagi manusia seperti jagung dan padi tahan hama serta tahan cuaca ekstrim. Di beberapa negara seperti Jepang dan Thailand, kata Sugiharto, penggunaan bioteknologi mulai dari hulu sampai hilir sudah bisa dimanfaatkan masyarakat, termasuk para petani. “Mereka telah mendapatkan manfaat secara ekonomis dengan meningkatnya produksi pangan, pengurangan biaya pestisida dan tenaga kerja, efisiensi lahan dan pengolahan tanah serta dampak positif terhadap lingkungan dengan berkurangnya emisi gas rumah kaca,” kata penemu tebu yang tahan terhadap kekeringan itu. Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2012/09/27/061432310/Bioteknologi-Solusi-Hadapi-Krisis-Pangan
Kementerian Lingkungan Hidup (Asdep Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan) telah menyelenggarakan Training Workshop Identifikasi dan Penanganan Produk Rekayasa Genetik (PRG) untuk Karantina. Acara ini diadakan di SwissBell Hotel, Mangga Besar, Jalan Kartini Raya No. 57 Jakarta pada tanggal 18-19 September 2012. Training workshop ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan terkait deteksi, identifikasi dan penanganan PRG di pintu masuk. Dalam Training Workshop ini mengundang beberapa narasumber yaitu dari Kementerian Lingkungan Hidup, Kepala Badan POM, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kepala Badan Karantina Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala Badan Karantina Ikan, Prof. Ris. Dr. Bahagiawati Amir Husin (BB Biogen). Peserta Training Workshop adalah staf pengawasan pada Institusi Karantina di pelabuhan udara dan laut, instansi terkait dan laboratorium pendukung, berjumlah 80 orang.
JAKARTA, KOMPAS – 15 September 2012. Setelah mengantongi sertifikat keamanan pangan, jagung RR NK603 dan jangung Bt Mon89034 hasil rekayasa genetik (GMO) atau transgenik lolos uji keamanan pakan. Dalam sidang pleno pekan lalu, Komisi Kemanan Hayati merekomendasikan Kementrian Pertanian menerbitkan sertifikat kemanan pakan. Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian Haryono saat dihubungi di Aceh, Jumat (14/9), rekomendasi dari Komisi Keamanan Hayati (KKH) yang menyatakan produk jagung Bt dan jagung RR aman untuk konsumsi pakan sudah diterima Kementrian Pertanian. “Selanjutnya Kementrian Pertanian menerbitkan sertifikat keamanan pakan dalam bentuk peraturan menteri pertanian,” ujar Haryono. Kepala Balai Besar Biogen pada Badan Litbang Pertanian Karden Mulya menambahkan, keputusan terkait dengan penerimaan pengajuan uji keamanan pakan oleh KKH dilakukan dalam sidang pleno, pekan lalu. Dengan begitu, jagung hasil rekayasa genetik Roundup Ready/RR NK603 dan jagung Bacillus thuringensis/BtMon89034 dinyatakan aman untuk konsumsi pakan. Corporate Affairs Lead PT Monsanto Indonesia Herry Kristanto mengatakan, pada Februari 2011 jagung Bt dan jagung RR mendapatkan sertifikat keamanan pangan. Dengan demikian, kedua produk tersebut dinyatakan aman untuk dikonsumsi. Koordinator Aliansi untuk Desa Sejahtera Tejo Wahyu Jatmiko mengatakan, lolosnya uji keamanan pangan dan pakan itu kembali mengulang kesalahan uji kapas transgenik Bt. Tidak diterapkan prinsip kehati-gatian dan partisipasi publik. “Pemerintah tidak melindungi rakyatnya, tetapi malah berpihak pada perusahaan multinasional yang hanya mencari untung,” katanya. Mestinya uji keamanan pangan dan pakan harus dilakukan sebelum dan sesudah pemasaran. Tejo menegaskan, keputusan untuk meloloskan GMO ini terlalu prematur dan hanya berdasarkan hasil laporan dan prinsip kesepadanan yang menganggap jagung Bt itu sama dengan jagung biasa. Sementara iyu, Hermanu Widodo, peneliti Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, mengingatkan penggunaan produk rekayasa genetika pada areal pertanian belum memikirkan soal pemberdayaan dan nasib petani. Produk transgenik yang dihasilkan pabrik bisa membuat petani mengalami ketergantungan. “Berpotensi terjadi penguasaan barang oleh (perusahaan) multinasional”,ucapnya. Dijelaskan, bukan hanya benih, melainkan juga produk-produk ikutan seperti herbisida pun akan didesain berasalo dari produksi pabrik itu. Labih lanjut, ia pun mengingatkan dampak pelepasan produk transgenik pada ekologi bisa tampak dalam waktu panjang. Semisal sebuah kapas yang dirancang mematikan ulat yang memakannya. (ICH/MAS) Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2012/09/15/02505938/jagung.gmo.lolos.uji.pakan
Kementerian Lingkungan Hidup (Asdep Keanekaragaman...
Produk rekayasa genetik (PRG) atau sering disebut transgenik...
Pages View